Malam tak lagi
segelap biasanya, bintangpun terlihat seperti sedang tersenyum padaku. Mala ini
seusai rapat bersama di masjid, mendownload beberapa lagu di kantor, aku
memutuskan untuk tidak langsung tidur namun aku ingin sejenak mengenang &
menceritakan perjalanan ku bersama dua kawan gembelku, Linggar saputri dan
Fitria Tsabita. Pada perjalanan kali ini kita ditemani oleh dua orang ksatria
dari Kota Jakarte, yang satunya asli betawi yang satunya lagi blesteran
Jogja-kulon progo, yaitu bang Ucup dan Mas Arip. Jika berbicara kisah
perjalanan sepertinya akan sangat panjang sekali dan mungkin akan menghabiskan
banyak kertas..hahaha atau mungkin aku yang terlalu lebay..yah karena ini efek
kesembuhanku yang mana pada perjalanan kali ini aku harus jatuh sakit seminggu
terkapar tak berdaya. Perjalanan kali ini, aku menelusuri beberapa sudut Kota
Jakarta dan menjelajahi indahnya, ke asrianya dan luar biasanya Suku Badui
Banten dalam menjaga adat mereka. Ada
begituuu buanyaaaak pengalaman baru yang kudapatkan pada perjalanan kali ini
yang hanya menghabiskan pengeluaran 500.000 ribu rupiah dari JOGJA – JAKARTA
–SUKU BADUY. Penasaran khan ya pastinyaaa ??? iya k ???
JAKARTA
Aku berangkat
dari jogja pukul 14.30 dengan menggunakan kereta Progo ekonomi AC tujuan Pasar
Senin. Perjalanan menuju Jakarta cukup lancar, aku dan linggar berhenti di
stasiun sebelum Pasar Senin, yaitu Stasiun Jatinegara, alasannya karena di
Stasiun Pasar Senin tidak ada KRL ( Kereta Lsitrik ) yang berhenti, sedangkan
tujuan kita pada Hari jum’at itu akan berjalan-jalan keliling Kota tua yang
mana kami harus menggunakan KRL suapaya lebih mudah. Malam itu sekitar pukul
22.30 sampailah kita di Stasiun Jatinegara, langsung makan malam dari bekal
yang kita bawa, bersih2 badan, sholat, lalu tidur nyenyak hingga pagi hari
suara alarm membangunkan kita.
Pagi harinya
setelah kita mandi pagi dan sholat subuh, kitapun langsung menuju loket
pembelian tiket kereta untuk membeli kartu yang digunakan untuk dapat naik KRL.
Tempat tujuan kita pertama adalah Kota tua, sehingga kita naik KRL yang
tujuannya ke Stasiun Jakarta Kota karena kota tua terletak berdekatan dengan
stasiun ini. Sekitar pukul 06.30 pagi kami sampai di Satsiun Jakarta Kota,
ketika orang-orang sedang ramai pergi bekerja dan anak-anak pergi ke sekolah,
kami melangkah cepat (karena bersemangat ) keluar dari stasiun Kota dan mencari
sarapan soto. Disekitar kota Tua terdapat banyak Musium dan ada satu alfamart
nyempil di samping Batavia Caffe. Aku dan Linggar mungkin telihat seperti orang
katrok karena sesampai di daerah kota tua kami berfoto kesana kemari seperti
orang yang baru pertama kali melihat bangunan kuno nan unik...tapi kami tidak
peduli toh gak ada yang kenal juga..hahaha! Kami menunggu cukup lama untuk
masuk ke dalam musium2 karena museum buka pukul 09.00 dan kami terlalu pagi.
Setelah cukup lama menunggu, kamipun
menjelajahi museum yang ada di Kota tua satu persatu. Selelsai mengeilingi museum yang berada di
sekitar kota tua, kamipun melanjutkan perjalanan menuju ke Monas dengan
menggunakan Busway. Untuk dapat menggunakan Busway, kita harus membeli kartu
terlebih dahulu dengan menggeluarkan uang sebesar 40.000 rupiah. Dari atas
Monas dengan ketinggian bla bla bla kita dapat melihat sebagian kota Jakarta
yang sangat luas dan penuh dengan kepadatan gedung-gedung tinggi menjulang
sambil menikmati angin kencang yang menyapuku yang kebetulan sedang kepanasan
dengan Panasnya Jakarta. Turun dari atas
monas menuju ke lantai dasar pun antri karena Lift nya hanya satu, tapi bagi
kami tak apalah, aku dan linggar sudah terbiasa antri sejak kecil karena kita
pernah tinggal di asrama. Beberapa jam setelah keliling kota Jakarta, kamipun
melanjutkan perjalanan menuju Stasiun UI untuk bertemu Mas arip dan menginap di
Kos nya. Kampus UI tergolong kampus yang Ridang dengan banyak pepohononan di
kanan kirinya apalagi berada di tengah-tengah kota Jakarta yang padat akan
bangunan.
Kota Tua Jakarta
Musium Wayang
Stasiun Jatinegara
Monas
BADUY, CIBOLEGER, BANTEN.
Pagi itu pukul
03.30 aku dan Linggar sudah terbangun untuk bersiap-siap mengepak barang2 kita
kembali untuk melanjutkan perjalanan ke banten. Pukul 05.15 aku, Linggar dan
mas Arip pergi ke Stasiun Tanah Abang untuk Mepo dengan Bita ( Kawan kita dari
jogja yang berangkat sendiri dari jogja karena sebelumnya harus bekerja
terlebih dahulu sehingga tidak bisa ikut ke Jakarta pd hari yang sama dengan
aku dan linggar ) dan Bang Ucup ( Teman Mas Arip yang sudah biasa membawa Trip
ke Badui ). Sesampainya kami bertemu di Stasiun Tanah Abang, ternyata jam masih
menunjukkan pukul 06.45, sedangkan aku dan Linggar belum mandi karena di Kos
mas Arip tidak ada Air, kamipun mandi pagi di Stasiun Tanah Abang sembari
menunggu kereta datang pada pukul 08.00 yang akan membawa kami menuju ke
Stasiun Rangkas Bitung dengan tiket kereta sebesar 15.000 per orang dan memakan
waktu sekitar 2 jam. Pukul 10.00 sampailah kami di stasiun Rangkas Bitung yang
mana Kang Emen (Beliau adalah Baduy Luar yang mana apabila kalian ingin pergi
ke Baduy Dalam harus menemui beliau terlebih dahulu untuk mengurus ijin masuk
dll ) sudah menunggu diluar stasiun dan siap menjemput kita dengan menggunakan
angkot. Dikarenakan kita hanya berlima ( aku, linggar, bita, mas Arip, Bang
Ucup ) maka kami menyewa angkot, namun jika kalian pergi bersama rombongan yang
cukup banyak maka akan menggunakan ELF untuk sampai ke Ciboleger, Baduy Luar.
Perjalanan cukup panjang sekitar 2 jam dari stasiun menuju ke Ciboleger dengan
jalan yang berkelok-kelok dan bergeronjal ( Saran : Jika kalian adalah org yang
mudah mabuk perjalanan, lebih baik minumlah obat antimo terlebih dahulu dan
siapkan plastic kresek karena jalan yang akan dilewati cukup mengocak perut dan
kepalamu ).
Setelah 2 jam perjalanan yang
cukup mengocak perutku dan membuat kepalaku sedikit pening, sampailah kita di
Ciboleger dan langsung menuju rumah makan yang mana di dalamnya ada beberapa
Baduy dalam yang sepertinya sudah menunggu kedatangan kita. Aku sempat kaget
karena baru pertama kalinya melihat mereka, dengan pakaian yang kurasa cukup
unik dan menjadi khas mereka aku dan teman-temanku diperkenalkan oleh mas arip
dan bang ucup dengan Baduy dalam. Kami masih malu-malu untuk bertanya-tanya
karena baru saja kenalan dan juga masih lelah karena perjalanan yang cukup
memabukan perut. Di basecamp tempat makan kami beristirahat sejenak, sholat
dhuhur dan makan siang, aku membeli nasi
ayam & es teh dgn harga 19.000 yang kurasa ini cukup mahal untuk seorang
backpacker sepertiku, jadi saran saya beli nasi telur saja yang murah dan sudah
cukup mengenyangkan juga. Istirahat cukup, kamipun bergegas melanjutkan
perjalanan menuju Baduy dalam. Jalan
menuju Baduy Dalam cukup jauh sekitar 5 jam perjalanan dengan trek yang cukup
menguras tenaga , nafas dan kaki yang pegal. Temanku Bita sempat ingin menyerah
dan memutuskan untuk turun ke baduy Luar, akan tetapi kami tetap memberi
semangat untuk terus melanjutkan perjalan dan Bita pun melanjutkan perjalanan
meski harus berjalan pelan. Memang cukup tinggi untuk menuju ke Baduy dalam,
kurasa trek menuju Baduy dalam seperti trek menuju Puncak Gunung Prau Dieng.
Ketika sampai di Ladang Kang Sapri ( salah satu Baduy Dalam yang menemani
perjalanan kami ) Kamipun disambut dengan diopekke ( bhs jawa artinya
diambilkan dari pohonnya langsung ) kelapa muda yang segar. Tnapa basa-basi
Kami langsung melahap dengan semangat karena kehausan dan perut yang cukup keroncongan.
Sayang sekali ketika sudah memasuki kawasan Baduy Dalam kami tidak
diperbolehkan berfoto karena memang sudah menjadi peraturan disana. Kami
menginap di rumah Kang sapri, yang mana jarak dari Ladang menuju rumahnya cukup
jauh dan lelah. Pukul 17.30 sampailah kami di Rumah Kang Sapri yang rumahnya
cukup unik dan dingin karena terbuat dari perpaduan Bambu dan kayu yang di tali
dengan tali alami. Setelah menaruh tas dan beristirahat sejenekal, Kamipun
segera pergi ke Kali untuk cuci muka dan membersihkan badan karena hari sudah
mulai gelap. Di baduy dalam kita tidak diperbolehkan untuk menggunakan
bahan-bahan kimia seperti odol, sabun dll, karena dahulu pernah ada seorang
pengunjung yang menggunakan odol untuk sikat gigi di kali, namun setelah itu
dia kesurupan, karena memang peraturan disana tidak diperbolehkan menggunakan
bahan-bahan kimia. Malam itu kami menghabiskan waktu dengan bercengkrama bersama
warga-warga disana dan keluarga Kang sapri dan juga Istrinya. Suasana terasa
sangat menyenangkan dan romantis karena hanya bercahayakan lampu lilin saja.
Tak ada listrik yang menerangi desa ini, sehingga bagiku terlihat nyaman,
tenang, sepi dan jauh dari keramaian hiruk pikuk gemerlap kota. Di desa Baduy
dalam semua rumah terlihat sama, tak ada yang membedakan antara yang kaya
dengan yang miskin, semua rumah dibangun sama dengan rumah yang lainnya.
Setelah bercakap-cakap dan bercerita banyak hal, kamipun menikmati jutaan
bintang sambil ngopi di depan rumah Kang Sapri. Malam itu kami tidur dalam
kegelapan malam yang menenenangkan.
Ciboleger
Di Rumah Kang Emen
Perjalanan menuju Baduy Dalam
Naik turun bukit
Berfoto dengan baduy dalam dan tampak di belakang rumah adat baduy Luar
Pagi harinya
pada pukul 07.00 pagi kami harus melanjutkan perjalanan turun karena mengejar
kereta yang hanya ada pada pukul 14.30. Perjalanan pulang kami tidak satu jalur
seperti pada saat berangkat, namun menghabiskan waktu yang sama yaitu 5 jam
perjalananan. Kami pulang dengan melewati jembatan akar yang sangat unik. Aku
cukup kelelahan dan ternyata aku harus terkapar di tengah-tengah perjalanan,
namun tetap melanjutkan perjalanan hingga tempat dimana angkot yang menjemput
sudah menunggu.
Segarnya Mata Air di Baduy
Jembatan akar ( hiraukan muka kucel kita )
Perjalanan kali
ini luar biasa..selain kita dapat mengenal adat di suku baduy, merasakan
keramahan mereka, menikmati pemandangan yang indah disepanjang jalan, kitapun
punya banyak teman baru. Meski badan terasa sakit semua dan pegal-pegal, namun
lelah terbayarkan dengan pengalaman perjalananan yang luar biasa menakjubkan. Malam
itu aku bita dan linggar berpisah dengan mas Arip dan Mas ucup karena kami harus
kembali ke Jogja.
Bagiku tak ada
perjalanan yang sia-sia, meski pada akhir perjalanan kali ini aku harus tumbang
untuk satu minggu. Ada banyak pelajaran hidup baru yang aku ambil, tentang
persahabatan, toleransi, bersabar, kerendahan hati dan saling tolong menolong.
Pada suatu titik tertentu kau akan tau bahwa kehidupan akan terus berputar, kau
tak mungkin selalu bahagia berada diatas, namun kau juga akan merasakan rasanya
berada di bawah, maka bersikap baiklah pada siapapun, karena kita tak pernah tau
siapa yang akan menolong kita nantinya. Kata orang Jakarta itu keras, tapi
kataku Jakarta itu mengajarkan ku untuk bekerja lebih keras dan lebih disiplin.
Jakarta mengajarkanku untuk menghargai waktu dan berhemat. Orang-orang baduy
mengajarkanku bahwa pada hakikatnya kita semua sama dan tak perlu berlebihan
dalam segala sesuatu.
Thanks To
Linggar Saputri yang sudah menjadi banyak bagian dari perjalanan
hidupku, Fitria Tsabita yang selalu setia menjadi teman dalam setiap perjalanan
konyolku, Mas Arip yang sudah meluangkan waktu padatmu untuk menemaniku
menikmati indahnya dan ramahnya Suku Baduy, Bang ucup yang sudah menjadi teman
baru pada petualangan kali ini dan mengisi kekonyolan di dalam perjlanan serta
Tolak Anginnya yang melegakanku disaat aku terkapar tak berdaya…Kalian semua
adalah keluargaku yang menjadi salah satu bagian dari perjalanan hidupku.
Ini dia rincian Pengeluarannya :
Kereta PP Jogja – Pasar Senen : 150.000
Hari Pertama Di Jakarta :
ü
KRL (
Kartu + Pulsa ) 12500
ü
Musium
Wayang 3000
ü
Musium
perjuangan 3000
ü
Kartu
Busway 40.000 ( pulsa 20.000 )
ü
Tiket
Monas sampai puncak 8000
ü
Angkot dr
UI ke Kos Mas Arip 3000
ü
Makan +
minum Hari Pertama 30.000
Hari Kedua & Ketiga Menuju Baduy :
ü
Angkot
dari Kos ke Stasiun UI 3000
ü
Kereta PP Tanah Abang – Rangkasbitung 30.000
ü
Angkot PP
Stasiun rangkasbitung – Ciboleger 500.000 / @100.000
ü
Iuran
Logistik untuk makan di Baduy 60.000 / @20.000
ü
Ijin
Masuk baduy @8000
ü
Ucapan
terimakasih ke Baduy Dalam 100.000 ( iuran 35.000 )
ü
Beli
jajan + minum + makan 75.000
TOTAL : 520.500









